12 Mei 2009

Kurangi Ketergantungan Gandum, Buah Labu Bisa Dibuat Sereal

BUAH labu yang biasanya hanya untuk dibuat kolak atau sayur, ternyata bisa diangkat menjadi komoditas yang lebih bergengsi. Sejumlah mahasiswa Fakultas Pertanian UGM berhasil mengolah labu kuning menjadi sereal, makanan bayi dan anak balita yang bernilai gizi tinggi.
Selama ini sereal yang beredar di pasaran dibuat dengan mengandalkan gandum dan bahan-bahan impor. Akibatnya, harga sereal menjadi mahal. Hal itu berimbas pada masyarakat kelas bawah yang kian sulit menjangkau kebutuhan gizi untuk bayi dan balita.
"Makanan bergizi tidak harus mahal. Labu kuning atau yang biasa disebut buah waluh mengandung beta karoten, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin B dan C. Tak kalah dari bahan-bahan impor," ungkap Maulana Raharjo, Ketua Tim Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM yang menemukan sereal dari buah labu kuning.
Lantaran inovasi tersebut, tim yang diberi nama Pumjapva ini berhasil menyabet juara I Lomba Agroindustri Bussines Plan 2008 tingkat nasional yang digelar di Institut Pertanian Bogor 11 Desember 2008 lalu. Lebih membanggakan lagi, anggota tim ini seluruhnya mahasiswa angkatan 2008 yaitu Maulana Raharjo, Aris Mishbah, Dyah Ayu Safitri dan Gita Triantika di bawah bimbingan Pusat Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (P2KM) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian UGM.
Dijelaskan, proses pembuatan sereal dari labu kuning atau dalam bahasa Inggris disebut pumpkin ini sangat sederhana. Awalnya memilih labu yang mengkal, kemudian dicuci, dipotong-potong kecil, dijemur atau dikeringkan dan terakhir digiling atau ditumbuk hingga menjadi tepung.
"Mahalnya harga makanan bayi menjadi salah satu alasan mengapa orang tua dari golongan menengah ke bawah tidak mampu memenuhi standar gizi balitanya. Padahal sebenarnya makanan yang bergizi tidak harus mahal dan bisa dihasilkan dari produk lokal yang banyak dijumpai di Indonesia. Salah satunya adalah labu kuning ini," tambah Aris.
Berdasarkan uji kelayakan pasar, sereal pumpkin kemasan 75 gram untuk bayi bisa dijual seharga Rp 1.250 dan sereal untuk balita dengan ukuran yang sama bisa dijual seharga Rp 1.750. Selain murah, sereal pumpkin juga memiliki cita rasa yang enak, tak kalah dari bahan-bahan impor. Dengan beberapa kelebihan dan keunikannya, sereal pumpkin siap menjadi andalan dan bersaing dengan pasar sereal lainnya.
"Sereal dari labu kuning atau pumpkin merupakan inovasi baru di bidang makanan bayi dan balita yang siap bersaing. Dari sisi bisnis, ini merupakan peluang besar karena persediaannya banyak serta harga terjangkau. Selain itu pesaing yang ada selama ini adalah sereal dari gandum yang tidak semuanya dapat dibeli oleh masyarakat lapisan bawah," tandas Dyah. (Aks)


Kandungan gizi labu kuning per 100 g secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut :
Kandungan Gizi Kadar/Satuan
1. Kalori 29,00 kal
2. Protein 1,10 g
3. Lemak 0,30 g
4. Hidrat arang 6,60 g
5. Kalsium 45,00 g
6. Fosfor 64,00 g
7. Zat besi 1,40 mg
8. Vitamin A 180,00 Sl
9. Vitamin B1 0,08 mg
10. Vitamin C 52,00 g
11. Air 91,20 g
12. BDD 77,00 %

Kecipir, Sumber Protein Pengganti Kedelai

JANGAN menyepelekan kecipir. Buah yang dihasilkan dari tanaman pagar yang menjalar mirip tanaman koro itu memiliki kandungan dan nilai gizi tak kalah dari kedelai maupun kacang tanah. Bahkan karena bijinya mirip dengan kedelai, maka biji kecipir tua pun bisa dibuat menjadi tempe, tahu, kecap dan susu, seperti halnya kedelai.
Demikian penelitian dan percobaan yang dilakukan sejumlah mahasiswa Fakultas Pertanian UGM. Salah seorang anggota tim, Nurul Syfa menjelaskan, asam amino yang terkansung dalam biji kecipir tua hampir sama dengan kedelai, sumber protein nabati paling baik. Biji kecipir kaya akan asam amino lisin, mencapai 413-600 mg per 100 g N, sedangkan pada kedelai hanya 399 mg per 100 g N.
Asam amino lisin yang terkandung dalam biji kecipir berperan penting dalam proses pertumbuhan sehingga dapat menutupi kekurangan lisin pada bahan pangan pokok, seperti beras, jagung, dan umbi-umbian. Karena itu, biji kecipir sangat baik sebagai lauk berbagai hidangan.
Diungkapkan, pada dasarnya semua biji-bijian dapat diolah menjadi susu, termasuk kecipir. Umumnya kacang-kacangan mengandung senyawa yang menghambat bekerjanya enzyme trypsin dalam menguraikan protein menjadi asam amino dalam proses pencernaan. Senyawa penghambat tersebut akan melemah dan menghilang setelah melalui proses pemanasan.
"Dikarenakan pengolahan biji kecipir yang kami kembangkan berupa susu, saat ini selain biji kecipir itu sendiri, kami menggunakan bahan-bahan tambahan seperti jagung, wijen, kapur sirih, garam, gula dan essense untuk menambah cita rasa dengan komposisi yang telah diatur. Penambahan bahan-bahan ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas dari susu itu sendiri baik dari segi rasa maupun aroma," papar Syfa.
Proses pembuatannya, lanjut Syfa relatif sama dengan pembuatan susu kedelai. Diawali dengan pengupasan kulit biji. Sebab keikutsertaan kulit dalam proses akan mengurangi kualitas susu. Selanjutnya biji dicuci, dengan maksud menghilangkan kotoran-kotoran yang ikut pada biji. Lalu biji direndam untuk melunakkan biji dan menghemat waktu perebusan.
Langkah selanjutnya biji direbus, selain untuk melunakkan biji agar mudah dihancurkan (diblender) juga dapat menghilangkan senyawa yang menghambat bekerjanya enzyme trypsin dalam menguraikan protein menjadi asam amino dalam proses pencernaan. Proses berikutnya pencampuran biji dengan bahan-bahan lain dengan cara diblender dan penambahan essence untuk menambah cita rasa sesuai selera. (Aks)


Perbandingan nilai gizi antara kecipir, kedelai dan kacang tanah
-------------------------------------------------------
Zat gizi Kecipir Kedelai Kacang tanah
-------------------------------------------------------
Protein (gr) 29,8-37,4 35,1 23,4
Energy (kal) 375-410 400 548
Karbohidrat (gr)25,2-38,4 32,0 21,0
Lemak (gr) 15,0-18,3 17,7 45,3
Serat (gr) 3,7-9,4 4,2 2,1
Abu (gr) 3,3-4,3 5,0 2,4
Air (gr) 8,7-24,6 4,0 7,5

Tempe Dibuat Sozis, Naikkan Gengsi dan Nilai Jual

BANYAK makanan bernilai gizi tinggi, tapi kurang menarik disantap karena penyajiannya yang kurang inovatif. Salah satunya adalah tempe. Akibatnya makanan olahan dari kedelai ini dianggap sebagai makanan kelas bawah. Padahal di Eropa, tempe telah menjadi makanan alternatif pengganti daging yang sudah sangat dikenal karena kandungan proteinnya yang tinggi.
Sejumlah mahasiswa yang aktif di Pusat Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) Faerumnesia Fakultas Pertanian UGM menciptakan inovasi. Mereka membuat sozis dari bahan utama tempe. Tujuannya agar tempe tersaji lebih menarik, rasanya lebih enak, prestise sosialnya lebih tinggi dan pada gilirannya nilai komersial tempe meningkat.
"Melihat banyaknya konsumsi tempe di Indonesia, sebenarnya ada peluang besar untuk membuka usaha pengolahan tempe menjadi aneka produk olahan yang lebih bervariasi. Salah satu produk tersebut adalah sozis tempe. Apalagi jika kita lihat, daya tahan tempe masih sangat rendah, hanya sekitar 2 hari," ujar Aris Mishbah, mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian angkatan 2008 UGM kepada KR, Selasa (12/5).
Bersama empat temannya yang lain, Dyah Ayu Safitri, Gita Triantika, Maulana Raharjo dan Fatmawati dan arahan dosen pembimbing Dr Jangkung Handoyo Mulyo MEc, mereka berkreasi. Sozis tempe yang dihasilkan sementara ini dijual di kantin PPKM Fakultas Pertanian UGM yang sudah dalam bentuk siap santap.
Selain lebih menarik penyajiannya, terang Maulana, sozis tempe juga lebih enak karena dapat dibuat aneka rasa dan daya simpannya menjadi lebih lama. Proses pengolahannya pun sangat sederhana. Tempe dipotong-potong menjadi beberapa potongan kecil, lalu dihaluskan dengan cara digiling atau ditumbuk. Memasukkan putih telur, bumbu, air es dan juga mencampurkan tepung tapioka.
"Tuangkan minyak jagung kedalam campuran bahan sambil diaduk-aduk hingga menjadi adonan yang menyerupai pasta. Masukkan adonan itu ke dalam casing (selongsong) sepanjang 10 cm, lalu diikat ujungnya dengan benang erat-erat," papar para mahasiswa yang tergabung dalam JAPA Group Fakultas Pertanian UGM ini.
Setelah itu, sozis tempe dimasak dengan cara direbus atau dioven pada suhu yang tetap, kemudian diangkat dari rebusan dan didinginkan. Soziss de Soya yang sudah jadi dan telah didinginkan tersebut kemudian dikemas menggunakan plastik tipis khusus untuk membungkus sozis. Sozis dikemas dengan sistem kedap udara sehingga tidak ada organisme yang masuk dan bisa memperlama daya tahan Sozis.
Ditambahkan, Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata perorang pertahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg (Rukmana, 2001).
"Dengan program ini diharapkan muncul usaha baru di bidang pengolahan tempe, sehingga menghasilkan olahan baru berupa sozis aneka rasa dimana rasa yang akan dikembangkan adalah udang, ayam, dan sapi dengan kandungan gizi yang lebih tinggi dan lebih diminati masyarakat," tandas Aris.
Apabila program ini dapat dilaksanakan dengan baik, diharapkan dapat berguna dalam membangun semangat para mahasiswa untuk sesegera mungkin belajar hidup mandiri dan terbebas dari pola pikir job seeker minded. Sehingga tertanam jiwa wirausaha kepada para mahasiswa sejak dini. Dengan demikian diharapkan pengangguran dari lulusan perguruan tinggi dapat dikurangi dan para sarjana mampu membuka lapangan kerja baru. (Aksan Susanto)