04 Agustus 2009

Bermodal Silaturahmi, Omzet Buchori Capai Ratusan Juta

PETUAH bijak yang mengatakan pentingnya memelihara silaturahmi ternyata memang bukan sekadar untaian kata. Bahkan pertemanan dan silaturahmi sebenarnya adalah aset. Suatu ketika aset tersebut bisa menghasilkan uang besar. Itu yang telah dibuktikan H Buchori AZ (40). Keberhasilan usaha beromzet ratusan juta rupiah perbulan yang dinikmatinya sekarang, awalnya hanya bermodal jaringan pertemanan.
Uang Rp 3 juta bisa dibilang terlalu kecil untuk membangun sebuah usaha. Apalagi ia tinggal di daerah pinggiran yakni di Sorobayan Sanden Bantul. Namun karena sudah kepepet dapur harus ngebul, wong ndeso ini memanfaatkan uang Rp 3 juta tersebut untuk membuka usaha roti. Ketika itu tahun 2003.
Ia memulai dengan produksi 10 kotak roti perhari dan dijajakan di warung reyot yang ia sewa di dekat rumahnya di Sorobayan. Sejalan waktu, roti buatannya dikenal masyarakat hingga kemudian pesanan berdatangan. Naluri bisnisnya pun berkembang dan terpikir untuk memperluas pemasaran. Di sinilah kekuatan silaturahmi dan pertemanan itu dimanfaatkan oleh Buchori.
"Roti saya pasarkan ke teman-teman yang beberapa tahun sebelumnya pernah saya kenal. Ada yang di Purworejo, Muntilan, Klaten, Sleman dan Bantul kota. Sebagian di antara mereka adalah teman-teman yang saya kenal waktu masih aktif di LSM," ujar suami dari Hj Tin Khotimah yang dikaruniai dua orang anak ini.
Kerja keras Buchori mulai terasa hasilnya tahun 2006. Pesanan tiap hari mencapai 200 doz perhari. Selanjutnya terus berkembang hingga saat ini menjadi 500-600 doz perhari. Bahkan saat musim hajatan dan pesanan ramai mencapai 2.000 doz perhari. Dari modal Rp 3 juta itu kini ia bisa memiliki empat buah mobil, rumah bagus dan membiayai umroh untuk kedua orang tua dan dua anaknya, serta menghajikan isterinya.
Kesuksesan Buchori barangkali setimpal dengan perjuangan hidupnya yang gigih. Belajar mencari uang sudah dilakoninya sejak kelas 2 SMA dengan usaha sablon. Demikian pula ketika masih kuliah di IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia nyopir taksi tahun 1990-1993. Pernah pula jualan koran. Maklum, dirinya berasal dari keluarga besar dengan kemampuan orang tua yang pas-pasan.
Satu hal yang patut diacungi jempol, kendati sibuk cari uang dan kuliah tapi Buchori selalu ada waktu untuk berorganisasi baik intra maupun ekstra kampus. Dari situlah jaringan pertemanannya bertambah luas. Namun entah apa sebabnya, mahasiswa angkatan 1988 ini meninggalkan kampus tahun 1995 sebelum skripsinya kelar dan tak pernah diselesaikannya sampai sekarang.
Setelah meninggalkan kampus, dia merantau ke Pemalang. Di kota tersebut ia mencoba peruntungan dengan membuka berbagai usaha makanan kecil, bahkan jualan ayam. Namun tampaknya nasib baik belum berpihak. Tak ada satupun usahanya yang berhasil. Meski demikian dia berhasil menyisihkan uang untuk ditabung. Merasa tidak nyaman lagi di Pemalang, mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini memutuskan bali ndeso ke Sanden Bantul tahun 2003.
Sesampainya di Bantul, Buchori melakukan sesuatu yang dianggap banyak orang barangkali konyol. Uang tabungan yang dimiliki, dipakainya untuk berangkat ibadah haji sendirian. Padahal saat itu ia masih pengangguran dan hanya uang itu kekayaan yang dipunyainya.
"Banyak yang bilang saya ini edan. Punya tabungan bukannya untuk buka usaha, tapi malah naik haji. Waktu saya punya keyakinan, kalau kita minta kepada Allah pasti dikasih. Apalagi mintanya dekat, di Baitullah," ujar pemilik usaha roti 'Aflah' ini.
Sepulang haji pada tahun 2003 itu pula, tabungannya masih tersisa Rp 3 juta yang kemudian dipakainya untuk modal usaha. Tak pernah sepeserpun ia meminjam uang di bank untuk modal usaha. Kini Buchori bahkan telah mampu membeli sebuah rumah di Jalan Nyai Ahmad Dahlan Kauman Yogyakarta.
Rumah tersebut dimanfaatkan untuk outlet Aflah dan memfasilitasi mahasiswa kreatif yang tertarik untuk berwirausaha. "Saya punya obsesi para mahasiswa ini mampu punya usaha sendiri sebelum mereka lulus," tandasnya. (Aksan Susanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar